Sabtu, 10 April 2010

BANGKITLAH KAMI, YA ALLAH

Bangkitkanlah kami, ya Allah !

Tdak dapat disangkal bahwa kebangkitan Kristus merupakan suatu peristiwa yang sangat penting di dalam Alkitab. Itulah sebabnya, keempat penulis Injil (Matius-Yohanes) mengklimakskan narasinya dengan peristiwa kebangkitan dan kenaikan Kristus ke Sorga (Mat.28, Mrk.16, Luk.24, Yoh.20). Bahkan dokter Lukas kembali menegaskan hal itu dalam kitabnya volume ke dua (Kisah Para Rasul). Dia menulis, “Kepada mereka ia menunjukkan diriNya setelah penderitaanNya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan bahwa Ia hidup. Sebab selama empat puluh hari Ia berulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang kerajaan Allah (Kis.1:3). Demikian juga rasul Paulus melihat peristiwa kebangkitan Kristus sebagai hal yang sangat penting. Kita dapat melihat hal ini secara khusus dan dengan panjang lebar dibahas dalam 1Kor.15. Dia menulis, “Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu… bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci.” (1Kor.15: 3).
Sekalipun Alkitab sedemikian jelas menuliskan dan menegaskan kebangkitan Yesus, namun tidak menjadi jaminan bahwa semua orang yang membaca Alkitab mempercayainya. Kenyataannya cukup banyak teolog yang menyangkal peristiwa tersebut. Sebagai contoh, J.S. Kselman, pernah menulis, “The real Jesus was ‘a Jewish revolutionary who failed in attempt to established an earthly Messianic kingdom’; the Christ of the Gospel was by contrast ‘a deception created by the disciples who stole the body of Jesus from the tomb and invented the doctrines of the resurrection and the parousia.” (Modern New Testament Criticism, p. 8)
Pandangan seperti diatas dan penolakan kepada kebangkitan Yesus tidak hanya terjadi pada teolog-teolog di luar sana. Di Indonesia pun kita menemukan pandangan yang demikian. Wismoady misalnya, dalam bukunya yang berjudul DI SINI KUTEMUKAN (yang sangat laris dan telah cetak ulang berkali-kali), juga menyinggung hal kebangkitan. Dia menyebut tiga macam pandangan terhadap kebangkitan Kristus. Pandangan pertama, menerimanya sebagai fakta, yang kedua, menolaknya. Pandangan ketiga, yaitu dengan mengutip pandangan John Hick yang mengatakan, “Kita tidak pernah tahu apakah kebangkitan Yesus itu kebangkitan jasmaniah atau bukan; atau hanya merupakan penglihatan tentang Yesus, atau suatu perasaan yang secara kuat merasakan kehadiran Yesus yang tidak kelihatan. Namun demikian kita sunguh-sungguh tahu akibat dan dampak dari peristiwa itu…” Selanjutnya Wismoady menyatakan persetujuannya kepada pandangan ketiga ini karena menurutnya itu sesuai dengan bukti-bukti yang ada. Kemudian dia menulis, “Kalau kita simak Perjanjian Baru lebih lanjut, kita menemukan bahwa Paulus nampak tidak tahu sama sekali tentang kubur kosong.” Tentu kita menolak pandangan ini, dan sama sekali tidak sesuai dengan tulisan-tulisan Paulus, sebagaimana kita telah kutip di atas. Lalu, tentang Injil, dia menulis, “Cerita cerita tentang kebangkitan di dalam kitab-kitab Injil pun sangat berbeda-beda; di situ peranan masing-masing penulis nampak lebih besar ketimbang peristiwa itu.” (Untuk lebih jelasnya lihat bukunya DI SINI KUTEMUKAN, Jakarta: BPK, 1986, hal. 382-3). Jadi fakta bahwa keempat penulis Injil telah menulis peristiwa kebangkitan Yesus tidak dilihat oleh Wismoady sebagai kenyataan bahwa Yesus telah bangkit secara tubuh (sebagaimana pandangan pertama di atas). Maka dalam buku di atas dia hanya menulis, “Munculnya persekutuan Kristiani menjadi bukti bahwa sesuatu telah benar-benar terjadi dengan diri Yesus orang Nazaret itu.” (hal. 383) Karena adanya pandangan seperti inilah saya tidak terlalu terkejut ketika seorang pendeta dari Gereja tertentu menolak pandangan yang mengatakan adanya kebangkitan Yesus dalam bentuk tubuh. Anehnya, pendeta ini akan tetap berkhotbah tentang kebangkitan Yesus pada hari Paskah! Apakah hal itu menunjukkan ketidakjujuran dalam berteologia? Entahlah.
Kalau kita sungguh-sungguh mengimani apa yang dituliskan dalam Alkitab, seharusnya tidak ada sikap lain yang dituntut selain dari mengimani kebangkitan Yesus secara tubuh. Iman seperti inilah yang kita deklarasikan dan proklamasikan setiap kita beribadah pada hari Minggu di Gereja. Secara serentak seluruh umat di bawah kolong langit memproklamasikan, “Aku percaya kepada Yesus Kristus…disalibkan, mati dan dikuburkan, bangkit pula pada hari yang ketiga, naik ke Sorga…” Iman seperti ini telah menjadi warisan umat turun temurun dari abad ke abad, sejak abad pertama hingga millenium ketiga ini.
Nampaknya, penulis-penulis Alkitab termasuk Lukas dan Paulus telah mengantisipasi adanya keraguan akibat peristiwa yang sangat penting tersebut. Dengan berbagai cara mereka mencoba membagikan iman mereka terhadap fakta kebangkitan Yesus. Perhati-kan kembali pengalimatan yang sedemikian jelas pada Kis.1: 3. Paulus juga menguraikan bukti-bukti kebangkitan itu dengan adanya penampakan diri Yesus berkali-kali. kepada orang-orang yang berbeda (1Kor.15: sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai
sekarang 4-8). Puji Tuhan, pada ayat 6 ada pernyataan yang sangat penting, “Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara …” Dengan adanya ayat ini maka sebenarnya seluruh upaya orang untuk meragukan kebangkitan Kristus dapat ditolak dengan tegas. Mengapa? Karena rasul Paulus sedang menantang mereka yang masih ragu agar menanyakan hal itu kepada para saksi mata yang jumlahnya begitu banyak, dan “kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang.”
Jadi, ketika itu, ada saksi mata yang masih hidup. Bagi saya, percuma sekarang berdebat dan ngotot untuk membuktikan benar atau tidaknya kebangkitan Yesus. Alasannya, karena yang mengimani kebangkitan tidak dapat membuktikannya secara fisik, demikian juga yang menolak tidak dapat membuktikannya.
Kita sungguh bersyukur kepada Bapa untuk iman terhadap kebangkitan Yesus. Itu pun karunia Allah. Apa artinya mengimani kebangkitan Yesus? Sungguh besar. Ini berkaitan dengan bibliology, soteriology dan missiology. Berkaitan dengan bibliolgy kita mampu mempercayai Alkitab sebagaimana dia ada. Karena Alkitab menuliskan bahwa sebelum Yesus mati dan bangkit, minimal Yesus telah empat kali menubuatkan hal itu. (Mat. 16: 21; 17: 22-23; 20: 17-19; 26: 1-2) Dengan demikian kita dapat terus mengimani Alkitab, sebagai buku pegangan yang sangat berharga dan dapat dipercaya. Hal ini menjadi sangat penting di tengah-tengah banyaknya kepalsuan, kebohongan dan tidak ada pegangan yang teguh pada saat ini. Berkaitan dengan soteriology, doktrin keselamatan, membawa kita kepada iman akan adanya kebangkitan tubuh kelak. (1Kor.15: 12-34) Sebab tanpa iman kepada kebangkitan Kristus, apa dasar kita mempercayai kebangkitan tubuh? Berkaitan dengan missiology, kita percaya adanya missi pekabaran Injil. Sebab dasar kita bermissi adalah iman terhadap kebangkitan.
Kita juga sadar bahwa mengimani kebangkitan Yesus sebenarnya adalah mengimani kemustahilan bahwa Allah sanggup membangkitkan orang mati. Allah sanggup melakukan sesuatu yang secara rasio dan pengalaman manusiawi mustahil dapat dilakukan. Dengan demikian, kita dapat terus memelihara dan mengembangkan iman yang demikian: beriman kepada sesuatu yang secara pikiran dan pengalaman manusia yang terbatas, hal itu tidak mungkin terjadi. Kita dapat terus melatih iman kita untuk berdoa kepada kemustahilan. Karena jikalau Allah mau, Allah sanggup melakukannya. Jika demikian, mengapa kita tidak memintanya, jika ternyata hal itu sesuai dengan kehendakNya?
Banyak ‘kemustahilan’ di sekitar kita. Barangkali ada orang tua menganggap mustahil anaknya yang sudah rusak, misalnya telah jatuh ke dalam narkoba, dapat disembuhkan. Atau, ada seorang yang menganggap dirinya miskin dan tidak mampu, karena itu mustahil dapat kuliah dengan baik dan mendapat karir. Atau, melihat negara kita yang makin jatuh terpuruk sedemikian parah, mustahil ada pemulihan, atau mustahil kesatuan Indonesia dapat dipertahankan, mustahil Aceh, apalagi Irian tetap menjadi bagian dari negara kesatuan. Lalu bagaimana dengan kehadiran Perkantas di Indonesia? Ah, mustahil kita dapat berbuat sesuatu yang berarti di republik ini, dan seterusnya, dan seterusnya.
Namun, sekali lagi saya menegaskan, dengan mengimani kebangkitan Kristus, kita sedang mengimani kemustahilan. Kita sedang mengimani Allah yang begitu mengasihi kita secara pribadi, keluarga, bangsa dan negara. Dan Allah yang mengasihi kita tersebut, adalah Allah yang sanggup melakukan segala sesuatu, betapa mustahilnya pun hal itu kelihatan. Karena itu, marilah kita membawa segala kemustahilan yang kita alami tersebut di keluarga, di sekolah/kampus, di kantor di pelayanan di negara, dan di manapun kepada Allah yang begitu mahakuasa dan begitu mengasihi kita. Marilah kita dengan segenap hati berdoa, “Bangkitkanlah kami ya Allah”. Bersama rasul Paulus kita mengatakan, “Yang kukehendaki adalah mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya…” (Fil.3: 10). Dan dengan kuasa kebangkitan yang sangat dahsyat dan ajaib tersebut, kita bekerja-sama dan bekerja-keras, untuk mempersembahkan sesuatu yang mendatangkan damai sejahtera bagi keluarga, Gereja, masyarakat dan Negara kita, yang akhirnya menjadi kemuliaan bagi namaNya. Amin.

Ir. Mangapul Sagala, M.Th.


Selasa, 19 Januari 2010

Koordinator dan Wakil Koordinator Periode 2010

Koordinator dan Wakil Koordinator Periode 2010

Koordinator
(PRODIPA NAINGGOLAN) IPT / 2006
Wakil Koordinator
(MELFA YOHANA SIADARI) MNH / 2006

Koordinator dan Wakil Koordinator Periode 2008/2009

Koordinator dan Wakil Koordinator Periode 2010


Koordinator
(Kristina Pardede, STP) TEP/2004
Wakil Koordinator
(Hanna Mariana Aritonang, SP) SEP / 2004